Tuesday 23 May 2017

Konvensi Internasional tentang Hak Cipta



Hak merek digunakan dengan alasan agar merek dari produk suatu perusahaan dapat terlindungi, sehingga jika ada suatu oknum dari perusahaan lain yang ingin menjiplak produk beserta mereknya dapat dikenai sanksi hukum yang sesuai dengan Undang-undang hak merek dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi “merek adalah tanda yang berupa gambar nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur   tersebut yang   memiliki   daya   pembedaan   digunakandalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek berfungsi sebagai :
Ø  Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya
Ø  Alat promosi, sehingga dalam mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya
Ø  Jaminan atas mutu barangnya
Ø  Penunjuk asal barang/jasa dihasilkan.
Fungsi Pendaftaran Merek:
·         Sebagai alat bukti kepemilikan hak atas merek yang didaftarkan;
·         Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama pada keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenisnya;
·         Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama pada keseluruhannya atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenisnya.

UU No.5 Tahun 1984 tentang perindustrian dalam pasal 1 menyebutkan bahwa :
1.         Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
2.         Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3.      Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industry dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4.      Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5.      Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi.
6.      Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.
7.      Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
8.      Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
9.      Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri.
10.  Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
11.  Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
12.  Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13.  Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah.
14.  Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
15.   Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.
16.  Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17.  Standardisasi industri adalah penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
18.  Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
Konvensi Internasional tentang Hak Cipta. Konvensi internasional itu sendiri sering disebut pula perjanjian internasional. G. Schwarzenberger mengemukakan bahwa perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan antara subyek-subyek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional. Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja, perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu dan karena itu untuk dapat dinamakan perjanjian internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Jadi dapat saya disimpulkan bahwa, Konvensi Internasional merupakan bagian penting dalam proses perlindungan hukum terhadap hak cipta suatu karya. Dalam perlindungan Hak Cipta itu sendiri terdapat 2 konvensi besar yang sangat berpengaruh hingga saat ini, yaitu Konvensi Berner (Berner Convention) dan Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention). Berikut sedikit penjelasan dari kedua konvensi tersebut.
1.      Konvensi Berner (Berner Convention)
Konvensi Bern, merupakan suatu konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia yang dilaksanakan pada 1 Januari 1886. Pada konvensi ini keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Selanjutnya, Belanda pada tanggal 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Berner, yang selanjutnya menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia. Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika Selatan, sampai pada tahun 1971 keanggotaan Konvensi Bern berjumlah 45 negara.

Yang menjadi objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah, dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun, demikian yang dapat diungkap dari rumusan Pasal 2 Konvensi Bern. Konvensi Bern telah mengalami revisi dan penyempurnaan. Penyempurnaan disini artinya khusus bagi negara dunia ketiga adalah dengan dimuatnya protokol (merupakan tambahan atau supplement dari suatu perjanjian utama) yang memperhatikan kepentingan negara berkembang dan ini diterima pada revisi di Stockholm tanggal 14 Juli 1967. Kemudian protokol ini telah diberi tempat dalam appendix (tambahan/lampiran) tersendiri dalam konvensi ini. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 21 dari teks Konvensi Bern yang terjemahannya berbunyi, “Ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan negara berkembang dimasukkan dalam appendix tersendiri. Dengan adanya protokol Stockholm ini maka negara-negara berkembang mendapatkan pengecualian atau reserve yang berkenaan dengan perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Bern. Pengecualian ini hanya berlaku untuk negara yang melakukan ratifikasi dari protokol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau cultural. Pengecualian dapat dilakukan mengai hal yang berkenaan dengan hak melakukan terjemahan, jangka waktu perlindungan, tentang hak untuk mengutio dari artikel-artikel dari berta pers, hak untuk melakukan siaran radio dan perlindungan dari karya sastra dan seni untuk tujuan pendidikan, ilmiah, atau sekolah.
2.      Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention)
Universal Copyright Convention ditandatangani di Jenewa pada tanggal 6 September 1992 dan baru mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini juga mengalami revisi pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris. Konvensi ini terdiri dari 21 Pasal dilengkapi dengan 3 protokol. Protokol I mengenai perlindungan karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang pelarian. Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya dari organisasi internasional tertentu. Hal ini erat kaitannya dengan keinginan PBB untuk dapat hidup bersama secara harmonis. Ini lah yang menjadi dasar konvensi ini yang merupakan usaha dari UNESCO, oleh sebab itu dalam protocol ini diatur secara khusus perlindungan karya dari badan organisasi internasional. Protokol III mengenai tentang cara-cara untuk memungkinkan turut sertanya negara dalam konvensi ini dengan bersyarat. Dalam protokol 1 dapat dimengerti bahwa perlindungan karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang pelarian sangat penting karena secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan atau orang-orang pelarian perlu dilindungi. Salah satu tujuan perlindungan hak cipta itu dapat tercapai yaitu untuk mendorong kreativitas dan aktivitas para pencipta tidak terkecuali orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan maupun orang-orang pelarian. Dengan dilindunginya hak ciptanya, maka mereka mendapatkan kepastian hukum. Jika dibandingkan antara Konvensi Bern dan Universal Copyright Convention, perbedaannya terletak pada dasar falsafah yang dianutnya. Konvensi Bern menganut dasar falsafah Eropa yang menganggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copryright Convention menganggap bahwa hak cipta timbul karena adanya ketentuan yang memberikan hak tsb kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut. UHC 1982 diperbarui dengan UHC 1987, dimana hak cipta dilahirkan oleh undang-undang. Pembatasan-pembatasan tertentu antara lain menyebutkan bahwa hak cipta itu berfungsi social. Konvensi-konvensi internasional terkait dengan hak kekayaan intelektual selalu bermotifkan ekonomi. Tidak mengherankan bila pengusung konvensi internasional adalah negara-negara maju yang menghasilkan komoditas yang memiliki Hak Cipta seperti perangkat lunak komputer, film, inovasi teknologi dan sebagainya. Untuk itulah negara-negara maju seringkali menekan negara-negara berkembang agar memberlakukan hukum Hak Cipta di negaranya guna melindungi komoditas ekspornya. Namun tidak dapat dipungkiri dalam hal hak kekayaan industri konvensi-konvensi internasional ini sangat berpengaruh. Hal itu dikarenakan sebelum adanya konvensi internasional di bidang properti industri, individu dan negara sulit untuk memperoleh perlindungan hak kekayaan industri di berbagai negara di dunia karena keragaman hukum antara satu negara dengan negara lain.
Sumber :
·         Ramli, Ahmad M. 2013. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Dirjen HKI.
·         https://nadeadn.wordpress.com/2015/05/21/konvensi-internasional-untuk-hak-cipta/
·         http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/undang-undang-nomor-5-tahun-1984-tentang-perindustrian.pdf
·         Margono Suyud. 2010. Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement. Bogor: Ghalia Indonesia.